BERANDA

Jumat, 18 November 2011

DISKUSI PUBLIK UPAYA PENYELESAIAN PROJEK WADUK JATIGEDE

Sumedang, Awi Sumedang Online
Persoalan demi persoalan terkait dalam pembangunan waduk ini terus bermunculan, saling menyalahkan semakin memperkeruh permasalahan. Seharusnya dengan kebersamaan berdasarkan aturan yang berlaku di Negara ini semua persoalan dapat diselesaikan, namun alangkah menyedihkan untuk kalangan professional saja masih terjadi budaya saling menyalahkan. Padahal biasanya apabila pemerintah mau menggulirkan sebuah kegiatan selalu diawali dengan obyektifitas memandang persoalan dan obyektif dalam melihat potensi yang ada diarea rencana kegiatan dan selalu diawali oleh pemotretan yang dikawal oleh SDM yang memadai dan jaring aspirasi bersama berbagai pihak khususnya masyarakat yang ada di area direncana ruang kegiatan, tidak dengan budaya egosektoral yang dikawal oleh kekuasaan, sehingga lahir prilaku otoriter dan intimidasi yang mengikat hak-hak rakyat dinegara yang merdeka dan demokrasi. Maka timbulah antipati hampir pada semua kegiatan yang dilakukan. Terkait dengan pembangunan waduk jatigede dengan orientasi diantaranya ketersediaan air baku bagi kebutuhan hidup dan pertanian, listrik dan pariwisata, hingga hari ini dengan pembangunan pisik bendungan dari 68 % dan terus meningkat sementara prosentase penyelesaian dampak social masih terus dalam ruang-ruang diskusi dan perencanaan. 
Digagas oleh LSM GMNI kabupaten Sumedang (26/10), diruang pertemuan KORPRI kabupaten Sumedang digelar ruang diskusi public terkait dengan upaya penyelesaian dampak sosial waduk jatigede kabupaten Sumedang yang dihadiri oleh Narasumber Agus Sukandar (Asisten daerah bidang pemerintahan kabupaten Sumedang), Robinson Simamungson (Kepala bidang P3 BPN) Jawa Barat, Moh Hafiz Asdam (KPA Jabar) dan Hirja Andika Ponta Artadimadja (STN-PRM). Elon Praka sebagai moderator, peserta diskusi dihadiri Tatang Supriatna (Sekretaris Wadah Kerja Peduli Lingkungan/WKPL), Ola Lubis (Aktifis LSM), beberapa media lokal, jabar dan nasional serta beberapa perwakilan masyarakat.
            Agus Sukandar yang mewakili pemda kabupaten Sumedang mengatakan bahwa penyisiran akan dimulai bulan September, kewenangan secara normative terkait hal-hal yang tertinggal tersebut berada disatuan kerja jatigede, namun apabila ditemukan ketidak sesuaian maka satuan kerja akan mengajukan kebutuhan untuk dilakukan verifikasi pada P2T. untuk pembebasan tanah yang belum terbayar dan merupakan program kerja jatigede kemungkinan akan dilakukan dalam bulan nopember ini, ujarnya. sementara terkait dengan persoalan-persoalan hukum saya belum bisa berkomentar, tidak ada dari kita kebal hukum artinya siapapun kalau benar-benar dinyatakan bersalah dia harus menanggung akibatnya, tegasnya. Sementara Robinson yang mewakili BPN jabar mengatakan, bahwa kami BPN adalah bagian dari pemerintah, artinya setiap persoalan adalah bagian dari semua karena kami merupakan tim pelaksana dalam hal ini, tidak bisa BPN semau gue dalam hal ini, walaupun seperti apa yang disampaikan oleh saudara kusnadi tadi bahwa undang-undang agraria dalam mengatasi persoalan pertanahan adalah landasan hukum yang harus dipatuhi bersama, dan bagaimana kedepan kehidupan masyarakat kedepan jadi meningkat.
                Sementara Ketua Forum Komunikasi rakyat Jatigede (FKRJ) Kusnadi Candrawiguna mengatakan, sejak pembebasan tahun 1984-1986 bahwa lahan genangan waduk jatigede menjadi milik pemerintah, benar tapi dalam tanda kutip. Bahwa betul kata pa Agus bahwa complain kami bukan ke P2T tetapi pada yang punya barang hari ini yaitu jatigede, jatigede mau menugaskan ke P2T atau lain sebagainya itu terserah yang penting dapat bekerja sesuai dengan yang seharusnya, tegasnya. Sementara yang saya tahu bahwa jatigede, P2T pada dasarnya sudah mengakui adanya persoalan-persoalan tersebut. Persoalannya nanti siapa yang mau mengerjakan upaya penyelesaian persoalan ini, kewenangannya ada dijatigede, terserah jatigede kemana atau oleh siapa dikerjakan, atau mau membuat lagi tim yang baru ya silakan, ujarnya. tapi yang menjadi persoalan dalam hal ini karena dalam hal ini ada teman-teman BPN maka legalitas yang kita pertanyakan. Salah satu contoh yang disebut salah kepemilikan atau salah bayar, seperti contohnya, misalnya saya punya 60 bata/tumbak tanah waktu itu tahun 1986 dan dibidang yang sama ada milik orang lain 20 bata/tumbak, ketika persoalan pembebasan tanah tertukar malah saya dibayar 20 bata/tumbak sementara yang lain dibayar oleh pelaksana 60 bata/tumbak, merasa bahwa hari ini tanah saya belum dibayar semuanya maka naikan tanah saya ini 60 bata/tumbak, maka kalau dibayar hari ini oleh jatigede maka tanah saya telah menjadi 100 tumbak dong, dalam bidang yang seharusnya 100 tumbak bahkan menjadi 160 tumbak, nah bagaimana melaksanakan persoalan hukum seperti ini. Kami merasa ini belum dibayar sementara jatigede merasa sudah membayar jadi bagaimana persoalan hukumnya, sementara hal ini untuk BPN dapat berarti double anclah, artinya hal ini akan memaksa turunnya proses hokum, namun bagaimana atau siapa yang harus melakukan hal ini agar tidak timbul masalah lanjutan, Tegasnya lagi.
Sementara Asdam dari KPA Jabar mengatakan, bahwa persoalan-persoalan tersebut harus segera dilakukan proses penyelesaian, untuk masalah-masalah sengketa lahan oleh siapa, masalah relokasi dan kehidupan masyarakat kedepan oleh siapa dan pembebasan lahan oleh siapa.  Artinya pemerintah harus siap dengan segala resiko dalam memenuhi konsekuensi dampak kegiatannya, serta jaminan hidup lebih baik kedepan bagi masyarakat terkena dampak didaerah genangan, tegasnya.
Dalam hal ini Ponta STN-PRN mengatakan, bahwa persoalan yang timbul dari pelaksanaan pembangunan selalu ada, namun sebaiknya pemerintah dapat mengantisipasi munculnya masalah dan apabila sudah terlanjur masalah ada maka sebagai konsekuensinya pemerintah dengan segenap kemampuan harus berupaya menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut secepatnya, terutama budaya dan cara hidup masyarakat daerah genangan dengan upaya kesehariannya, karena tidak mudah merubah cara hidup masyarakat, tegasnya.
Ola Lubis (LSM) mengatakan, satu persoalan penting lainnya adalah masalah bagaimana permasalahan pembebasan lahan dan aturan serta aplikasi aturan sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan dan kondisi yang ada, P2T dengan kapasitasnya, BPN sesuai dengan kapasitasnya sesuai dengan aturan yang berlaku dinegara ini, jangan sampai ada pihak-pihak yang dirugikan dan pelaksana tidak sesuai dengan kapasitasnya sehingga upaya penyelesaian dapat lebih optimal dan tidak melahirkan masalah baru yang justru makin memperkeruh masalah, tegasnya.
Sementara Tatang supriatna (WKPL) mengatakan, bahwa satu persoalan penting dari sisi lingkungan yang harus menjadi salah satu persoalan besar yang harus benar-benar dipikirkan selain persoalan-persoalan pembebasan lahan, yang terlewat, salah klasipikasi, salah bayar, relokasi penduduk dengan persoalan hidupnya kedepan adalah persoalan catcment area dimana saat ini dengan kondisi sedimentasi tinggi sehingga akibat kekeruhan air pengisi bendungan saat ini, rencana strategis ini akan menjadi bencana lingkungan dengan melahirkan satu padang lumpur kering seluas 4000 hektar, satu hal yang saya tanyakan bagaimana mengatasi endapan lumpur ini nantinya, apakah dengan menyediakan puluhan kapal keruk kebendungan, sementara tata catcment area kan bukan hanya menanami lahan kritis saja tapi juga melibatkan masyarakat dilingkar daerah bendungan terutama masyarakat daerah hilir sungai, harus terjadi harmonisasi dan sinkronisasi antara support ideal aplikasi konsep dengan kebutuhan hidup dan ruang pendapatan hidup masyarakat, tidak mungkin kita paksa orang untuk menanami tanahnya sesuai dengan kebutuhan tata catcment area sementara lahan tersebut adalah sumber penghidupan masyarakat, artinya persiapan menyangga persoalan tersebut pemerintah harus siap kalau tidak artinya pemerintah konyol dan jangan lupa dinegara ini akan setiap hak warga Negara, selain itu hal penting dan hingga saat ini peta prediksi abrasi atau rembesan bendungan seluas 4000 hektar ini belum pernah saya lihat, artinya persoalan social ditatanan inipun seharusnya jatigede sudah siap. Jangan sampai saya dengan keterbatasan yang ada semakin bingung, kok pelaksana tidak professional dan peka dengan rasa kebangsaan serta peduli yang dilandasi niat baik dibawah Pancasila dan UUD 45 dipake dan dibayar mahal untuk pelaksanaan proyek demi kemajuan Negara ini, atau memang sengaja pemerintah mau merusak diri sendiri, menyedihkan, pungkasnya. (TS)
  

2 komentar:

  1. Mungkin pemerintah memang sengaja kali bikin kegiatan yang salah2, biar banyak proyek... ya itung2 ngembaliin modal kali, asal jangan untuk kepentingan pribadi aja ya.. kasian rakyat, apalagi dari yangsaya tahu masyarakat OTD jatigede masih belum jelas masa depannya.. maslah sosial masih menumpuk, kayanya sih melihat itu rencana bendungan ini bakal gagal.. tinggal cirebon aja kali ya yg harus malu.. karena mereka yang ngotot agar proyek ini dapat segera terealisasi, tapi modalnya masih empot2an kaya pantat ayam.. he he he. AWI Sumedang

    BalasHapus
  2. Sudah sampai sejauh mana manfaat yang dapat dirasakan rakyat, saya OTD dari desa cisurat kecamatan wado, merasa sangat prihatin melihat kondisi rakyat hingga saat ini masih belum jelas terkait Pemberdayaan nya dalam menjadi bagian dari pemanfaat waduk. Kemana mereka saat dulu berjuang untuk nasib rakyat ko bisa begitu saja nongol pada saat ada projek besar dibangun, sementara kami OTD jangankan dilibatkan ditanya aja ngga

    BalasHapus