BERANDA

Jumat, 27 Januari 2012

Nasib Anas di Tangan KPK

Sabtu, 28 Januari 2012
PARTAI Demokrat kini dihempas badai besar. Elektabilitas partai berkuasa itu kian anjlok. Hanya dalam tempo delapan bulan melorot tajam hingga 7%.
Pada Juni 2011, elektabilitas partai pemenang Pemilu 2009 itu masih bertengger di posisi 21%. Namun, berdasarkan survei Lembaga Survei Indonesia pada Januari 2012, tingkat elektabilitas partai tersebut tinggal 14%.
Tingkatan itu berada di bawah partai-partai yang menjadi rival utama Demokrat yakni PDIP (19%) dan Partai Golkar (18%).
Kemerosotan tersebut, menurut pengakuan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman, justru dipicu ulah kader partai sendiri. Terungkapnya kasus korupsi Wisma Atlet yang awalnya hanya menyeret mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, bagai lidah api kemudian menjalar ke mana-mana.
Nazaruddin, sejak buron hingga tertangkap di Cartagena, Kolombia, Agustus tahun lalu, berulang kali bernyanyi bahwa sejumlah tokoh Demokrat termasuk Ketua Umum Anas Urbaningrum terlibat kasus dugaan korupsi proyek Wisma Atlet maupun proyek Hambalang.
Nyanyian Nazaruddin selalu dianggap sebagai halusinasi. Tetapi fakta di persidangan justru berbicara lain. Dalam sidang kasus suap Wisma Atlet dengan terdakwa Nazaruddin, dua saksi kunci yakni Yulianis, mantan Wakil Direktur Keuangan PT Permai Grup, dan Mindo Rosalina Manulang, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, tanpa sungkan menyebut keterlibatan Anas.
Seperti biasa Anas menyangkal semua tudingan miring itu. Selain Anas, kader Demokrat lain yang kerap disebut ialah Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh, dan Mirwan Amir.
Meski nama Anas kerap disebut dalam persidangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergeming. Status hukum Anas yang mengambang dirasakan elite Demokrat sebagai penyanderaan oleh KPK. Sebab, Demokrat baru bisa mencopot Anas jika ia sudah menjadi tersangka.
Rapat Dewan Pembina Partai Demokrat di Cikeas pada Selasa (24/1) dengan salah satu agenda mengevaluasi Anas menunjukkan Demokrat sungguh sedang risau. Apalagi setelah pertemuan itu, elite Demokrat mengungkapkan bahwa sedang disiapkan skenario penggantian Anas jika ia menjadi tersangka.
Kita yakin keberanian Demokrat menonaktifkan kadernya yang diduga terlibat korupsi akan mengangkat kembali citra partai itu sekaligus membangun budaya politik yang tahu malu, bukan memalukan.
Kita juga ingatkan KPK agar segera menetapkan status hukum Anas. Semakin lama menggantung status Anas, KPK akan dituding sedang memainkan politik pesanan. Tak elok kan tuduhan itu? (Doc.Net)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar